Rabu, 30 Maret 2011

INDUSTRIALISASI

Pendahuluan
Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi komsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.

Industrialisasi Di Indonesia
Di Indonesia peranan sektor industri dalam produksi nasional pada tahun 1990 cukup meningkat. Hal ini ditandai dengan sumbangannya sebesar 21% ke dalam produk domestik bruto (PDB), ini berarti telah melampaui sumbangan sektor pertanian sebesar 19%. (Hartanto, 1995). Selanjutnya berdasarkan data tahun 2000, besar komposisi perbandingan sumbangannya terhadap PDB adalah 30% industri dengan 10% pertanian (LPE-IBII, 2002). Ketika industri akan dikembangkan pada awal 1970-an, maka dikenallah tiga konsep pengembangan industri, yaitu :

(a) konsep yang bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam/manusia (comparative advantages).

(b) konsep yang mengandalkan kecepatan perubahan teknologi (State to the art of technology) dan

(c) konsep keterkaitan antara hulu-hilir (industrial linkage).

Ketiga konsep itu dilaksanakan secara serempak di Indonesia dimulai pada awal 1970-an. Walaupun ketika itu, terjadi tarik-menarik antara mana yang harus dijadikan prioritas dari masing-masing kelompok pendukung ketiga konsep di atas.

Dawam Rahardjo (1995) menguraikan bahwa di zaman penjajahan kolonial Belanda perkembangan sektor industri di Hindia Belanda (Indonesia) merupakan isue kontroversial, sebab kelompok konservatif di parlemen Belanda, tidak menyetujui adanya proses industrialisasi di tanah jajahan. Setelah merdeka dari penjajahan Belanda, beberapa tokoh mencoba menerangkan perlunya proses industrialisasi di Indonesia antara lain; Mohammad Hatta, Soemitro Djojohadikusumo dan Syafrudin Prawiranegara. Sumitro dari awal berpendapat bahwa industrialisasi perlu sebagai jalan keluar mengentaskan kemiskinan yang disebabkan karena bersumber pada ketergantungan kepada sektor pertanian. Sementara Hatta berargumen bahwa industrialisasi diperlukan sebab dapat menciptakan kemandirian yang lebih besar, sementara sektor pertanian dikhawatirkan karena sangat sensitif terhadap konjungtur perekonomian dunia. Syafrudin Prawiranegara, berbeda pendapat dengan banyak kalangan ketika bersemangat untuk menasionalisasikan perusahaan Belanda. Bagi Syafrudin ketika itu, proses Indonesianisasi jauh lebih penting ketimbang proses nasionalisasi. Karena itu ketika de Javasche Bank diubah menjadi Bank Indonesia, Safrudin membiarkan tenaga ahli Belanda tetap dimanfaatkan. Bagi Syafrudin bukan menguasai lembaganya, tetapi menguasai sistemnya jauh lebih penting.

Dari sudut pandang kepentingan perekonomian suatu bangsa, industrialisasi memang penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi tinggi dan stabilitas. Namun, industrialisasi bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan perkapita tinggi. Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antar negara, periode industrialisasi merupakan tahapan logis dalam proses perubahan struktur ekonomi. Tahapan ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan kesempatan kerja. (Tulus Tambunan, 2001).

Dapat dipahami bahwa ketika membahas masalah industrialisasi, selalu terkait dengan sektor pertanian. Sehingga setiap persoalan industrialisasi akan dibahas secara serempak dengan keterkaitan ke masalah pertanian. Proses pembangunan di Indonesia tetap diawali dengan perhatian pada bagaimana menggerakkan perekonomian yang berbasis pertanian. Karena itu diutamakanlah industri yang menciptakan mesin-mesin pertanian dan sebagainya. Sasaran pembangunan jangka panjang tahap satu adalah, mengubah struktur ekonomi dari struktur yang lebih berat dari pada pertanian kepada struktur yang seimbang antara sektor pertanian dan sektor industri. (Hamzah Haz, 2003). Dengan struktur yang seimbang inilah maka ekonomi rakyat dapat ditumbuhkan.

Kelemahan mendasar pada pembangunan di masa lalu adalah, pertumbuhan tidak berhasil mencapai upaya mengaitkan pertumbuhan dengan pemanfaatan sumber daya alam, pertanian, dan kemaritiman. Ini mungkin salah satu alasan mengapa ketika awal pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dibentuk Menteri Negara Urusan Perikanan dan Sumber Daya Maritim, karena ketika itu, walaupun dasadari bahwa 60% wilayah Republik Indonesia adalah lautan. Kenyataan ini merupakan salah satu penyebab gagalnya proses industrialisasi di Indonesia dalam menciptakan lapangan kerja, sehingga ketika krisis terjadi sebagian besar angkatan kerja lebih 50% masih bekerja di sektor pertanian, sementara hanya 10% saja yang bekerja di sektor industri.

Pada awal sejarah kehidupan, manusia baru mengenal dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah disediakan alam. Perekonomian pada tahap ini disebut perekonomian yang berbasis pertanian, di mana kegiatan pertanian mendominasi seluruh aspek kehidupan. Kegiatan menghasilkan barang hanyalah terbatas pada industri rumah tangga. Demikian pula kegiatannya belumlah menonjol seperti keadaan sekarang. Perekonomian berbasis pertanian ini kemudian berkembang menjadi perekonomian berbasis industri. Tentu saja perkembangan ini akan menyangkut beberapa aspek, sehingga perlu diidentifikasi, ada perkembangan apa saja, serta bagaimana pola pengaruhnya kepada kontribusi kedua sektor yakni pertanian dan industri.

Di Indonesia, secara historis, proses industrialisasi itu telah berlangsung lama walaupun berbeda tingkat intensitasnya. Jika dikaitkan dengan kontribusi sektor industri kepada pendapatan domestik bruto, perubahan besar kecilnya kontribusi menunjukkan besarnya peran dalam perjalanan suatu sektor terhadap perekonomian bangsa. Persoalannya adalah seberapa besar peranan transformasi industri kepada perekonomian rakyat secara menyeluruh ?

Masalah Industrialisasi Di Indonesia

Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun suatu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin meningkatnya populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi meningkat juga. Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan bahan baku yang tidak dapat diperbarui. Pada awal perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai suatu unit proses yang tersendiri, terpisah dengan industri lain dan lingkungan. Proses industri ini menghasilkan produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke lingkungan.Adanya sejumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi, mengharuskan industri menambah investasi untuk memasang unit tambahan untuk mengolah limbah hasil proses sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan dengan cara pengolahan limbah (pendekatan end of pipe) menjadi sangat mahal dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak, daya dukung alam semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis.

Persoalannya kemudian, pada era dewasa ini, apa pun sektor usaha yang dibangkitkan oleh sebuah bangsa maupun kota harus mampu siap bersaing pada tingkat global. Walaupun sebenarnya apa yang disebut dengan globalisasi baru dapat dikatakan benar-benar hadir dihadapan kita ketika kita tidak lagi dapat mengatakan adanya produk-produk, teknologi, korporasi, dan industri-industri nasional. Dan, aset utama yang masih tersisa dari suatu bangsa adalah keahlian dan wawasan rakyatnya, yang pada gilirannya akan mengungkapkan kemampuan suatu bangsa dalam membangun keunggulan organisasi produksi dan organisasi dunia kerjanya.

Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.

Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.

Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernnya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara tidak seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 – 20).

Kasus Indonesia Indonesia memang negara “late corner” dalam proses industrialisasi di kawasan Pasifik, dan dibandingkan beberapa negara di kawasan ini kemampuan teknologinya juga masih terbelakang.

Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.

Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.

Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu: sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.

Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. Berkaitan dengan itu, Amsyari (Sudjana dan Burhan (ed.), 1996: 102), mengelompokkan pecemaran alas dasar: a).bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya, b). pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial, c). pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.

Peranan Industrialisasi serta Perkembangannya
Hakikat dari industrialisasi jauh dari sekedar jajaran pilar-pilar pabrik yang menyemburkan asap. Bukan pula sosok kecanggihan teknologi, apalagi yang berbasis lemah, sehingga mudah lunglai diterpa badai. Lebih dari itu industrialisasi adalah proses rekayasa sosial yang memungkinkan suatu masyarakat siap menghadapi transformasi di berbagai bidang kehidupan untuk mampu meningkatkan harkat dan martabat kehidupannya sebagai makhluk sosial di tengah perubahan dan tantangan-tantangan yang selalu muncul silih berganti. Bagi masyarakat yang demikian luas, terlalu banyak yang dapat dibuat, bahkan bom sekalipun, teknologi secanggih apapun bisa jadi dapat dihadirkan. Akan tetapi bukan itu masalahnya, sebab intinya adalah apa gunanya semua teknologi itu bagi masyarakat banyak? Kesanalah arah pembangunan, karena industrialisasi bukan tujuan akhir. (Faisal Basri, 2002, h-289).

Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antar negara, proses industrialisasi adalah tahapan logis dari transformasi struktur ekonomi suatu negara, tahapan ini ditunjukkan melalui suatu kenaikan kontribusi produk manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor dan kesempatan kerja. (Chenery, 1992, dikutip Tulus Tambunan, 2001, 108).

Menurut Dumairy, istilah industri mempunyai dua arti. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Dalam konteks ini disebut industri kosmetik misalnya, berarti himpunan perusahaan penghasil produk kosmetik. Industri tekstil adalah himpunan pengusaha yang membuat tekstil. Kedua, industri menunjuk sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi. Kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat masinal, elektrikal atau bahkan manual. (Dumairy, 1996, h-227).

Sejarah mencatat bahwa pada abad ke 20 ini disebut sebagai abad industri, sebab hanya negara-negara yang berhasil mengembangkan industrinya dalam berbagai bidang, ia menjadi negara yang besar, mulai dari Inggris, Perancis, Jerman, Itali dan lain-lain hingga ke Amerika dan Jepang. Bahkan tidak sedikit atau hampir semua negara industri itu mempunyai negara jajahan, kemudian ketika negara jajahan itu merdeka, maka mereka pun secara bertahap mengubah dirinya menjadi negara industri, misalnya India dan juga Indonesia.

Industrialisasi akan menimbulkan perubahan dalam tata kehidupan manusia, dan sebaliknya perubahan dalam tata kehidupan manusia akan menjadikan perubahan dalam proses industrialisasi. Industrialisasi merupakan upaya untuk menggerakkan industri di suatu negara, dengan demikian industrialisasi merupakan proses perkembangan suatu bangsa. (Yudo Swasono dalam Muhammad Thoyib, 1995, h-2). Karena itu, sejalan dengan kebutuhan masyarakat, maka masyarakatpun berkembang dari masyarakat primitif, menjadi agraris, menjadi industri dan akhirnya menjadi masyarakat ilmu pengetahuan. Inilah salah satu kenyataan yang mudah dipahami bagaimana perannya suatu industri terhadap perkembangan ekonomi rakyat di sebut negara.

Di Indonesia, Tulus Tambunan (2001, h-108) mencatat adanya proses industrialisasi dimulai dari tahun 1969 dan berhasil mengangkat tingkat pendapatan per kapita di atas US$ 1.000 per tahun dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 7% pada saat penduduk 200 jutaan. Namun saat tulisan ini dibuat, keadaan menurun jauh, hingga diperkirakan income perkapita hanya 650 US$ dengan pertumbuhan ekonomi di bawah 4% dan jumlah penduduk hampir 210 juta. Yudo Swasono mencatat bahwa setelah krisis ekonomi yang terjadi pada periode 1982-1986, pada waktu itu pertumbuhan hanya 5%.

Selanjutnya dengan proses industrialisasi pertumbuhan meningkat dan berhasil recovery (pulih kembali), hingga tumbuh tahun 1989 ialah 7,5%, tahun 1991 mencapai 6,6% dan pada akhir Repelita X, atau akhir Pembangunan Jangka Panjang II akan tumbuh dengan rata-rata 8,7%. (Muhammad Thoyib, 1995, h-4). Namun perkiraan ini meleset jauh, sebab mulai 1997 terjadi krisis moneter yang berlanjut hingga riset ini ditulis, ternyata kondisi itu masih belum pulih.

Implementasi dan Strategi Industrialisasi.
Menurut Dumairy (1996, h-128), dalam implementasinya ada empat argumen atau basis teori yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi, yaitu : argumen keunggulan komparatif, keterkaitan industri, penciptaan lapangan kerja, dan argumentasi loncatan teknologi. Dalam kenyataannya, bisa saja dikaitkan bahwa semua argumen ini bermuara kepada satu tujuan yaitu : peningkatan pendapatan masyarakat atau peningkatan cadangan devisa negara.

Negara yang menganut konsep keunggulan komparatif (comparative advantages), akan mengembangkan industri yang mengembangkan keunggulan komparatif baginya, misalnya India yang memiliki perkebunan kapas yang banyak akan mengembangkan industri tekstil. Negara yang berpijak pada konsep keterkaitan industri (industrial linkage), akan mengembangkan industri yang mengakibatkan majunya sub sektor ekonomi yang lain.

Negara-negara yang industrialisasinya berlandaskan pada argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment creation) akan memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Jenis industrinya disebut : industri padat karya dan umumnya terjadi pada industri kecil. Sedangkan pada negara yang menganut paham loncatan teknologi (technology jump atau state to the art technology), percaya bahwa hanya dengan industri yang memiliki teknologi tinggi akan memberi nilai tambah besar dan akan menciptakan industri-industri lain yang digerakkannya.

Tentu saja, semua pilihan jenis industri itu ada sisi positifnya dan tak sedikit pula sisi negatifnya. Jika berargumentasi keunggulan komparatif sisi positifnya ialah: efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam yang ada dan berhasil memanfaatkan segala potensi lainnya. Namun kelemahannya, tingkat kualitas produk sangat bergantung pada apa adanya dari alam saja, sehingga pada suatu saat mungkin kualitas barang tak sesuai lagi dengan harapan konsumen, maka industri ini akan merugi. Demikian pula industri dengan teknologi tinggi kadang tidak efisien dan menyerap banyak sumber-sumber daya yang ada terutama modal.

Selanjutnya, Dumairy (1996, h-229) menguraikan pula tentang dua macam jenis strategi, yaitu strategi substitusi impor (import substitution) dan strategi promosi ekspor (export promotion).

Strategi substitusi impor, dikenal juga dengan istilah strategi “orientasi ke dalam” atau Inward Looking Strategy, yaitu suatu strategi industrialisasi yang mengutamakan pengembangan jenis industri untuk menggantikan impor produk-produk sejenis. Pada tahap awal, yang dikembangkan biasanya adalah industri ringan yang menghasilkan barang-barang konsumtif. Untuk memungkinkan menjadi besar, industri-industri yang masih bayi (infant industry) biasanya dilindungi oleh pemerintah atau diproteksi, sehingga tidak terlalu berat bersaing dengan produk impor, misalnya dengan pengenaan tarif khusus/pajak impor (tariff barrier). Sehingga harga barang impor mahal tak dapat bersaing dengan harga barang sejenis buatan dalam negeri. Walaupun dalam praktik, industri yang diproteksi ini bukannya membesar dan dewasa malah manja hingga tak maju-maju.

Sedangkan strategi promosi ekspor (export promotion), sering disebut dengan “orientasi ke luar” (Outward Looking Orientation). Dalam konsep ini negara mengembangkan jenis industri yang menghasilkan barang-barang untuk di ekspor. Strategi ini biasanya dilakukan setelah sebuah negara berhasil melakukan strategi substitusi impor.

Di Indonesia, sebagaimana halnya di banyak negara berkembang lainnya, sektor industri disiapkan untuk menjadi motor penggerak kemajuan sektor-sektor lain, serta diharapkan menjadi sektor yang memimpin (the leadingsector). Itulah sebabnya industrialisasi senantiasa mewarnai perjalanan pembangunan ekonomi. (Dumairy, 1996, h-230).

Dalam konsep ilmu strategi, sebenarnya pilihan Inward looking tersebut kadang dikenal dengan “Resourcess Based Orientation”, yaitu suatu strategi yang mengutamakan atau berdasar kepada kemampuan internal perusahaan. Sebaliknya disebut “Market Based Orientation” ini yang outward looking, yaitu suatu strategi dengan mengutamakan pasar terlebih dahulu, artinya melihat keadaan pasar dunia, apa yang saat ini sedang laku di pasaran dan dalam kualitas yang bagaimana.

Sebagai penutup dari uraian kerangka teori ini ialah: Bahwa pada umumnya semua negara yang memulai proses industrialisasi selalu berawal dari perhatian yang sangat kuat kepada sektor pertanian. Pada analisa berikutnya, riset ini akan mencoba menggali seberapa besar peranan sektor pertanian dan industri selama kurun waktu 30 tahun, dan dari sana akan dianalisa kejadian apa saja yang mengiringinya pada setiap kurun waktu selama tiga dasa warsa itu.

Analisa
Pada bagian ini, akan memaparkan temuan-temuan yang dianalisa dari Data LPE-IBII (2002) yang dalam makalah ini dilampirkan hasil rekapitulasinya pada setiap dekade, yaitu : Dekade Pertama : 1970-1980, dekade kedua 1980-1990, dan dekade ketiga 1990-2000, selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 3, di halaman berikut.

Dekade Pertama : Kurun Waktu 1970

Hasil perhitungan dari data yang ada menunjukkan bahwa :

a. Walaupun pertumbuhannya bervariasi, secara umum sektor pertanian terus memberikan kontribusi yang bertambah kepada PDB dengan rata-rata 6.01% dan terjadi lonjakan produksi tahun 1973, ketika naik hingga 29,5%. Jumlah produksi rata-rata tiap tahun mencapai Rp. 29.655,42 milyar.

b. Keadaan sektor industri, pada dekade ini juga tumbuh dengan pertumbuhan mencapai rata-rata 12.35%. Walaupun kecepatan pertumbuhannya melebihi sektor pertanian, ternyata pada dekade ini belum bisa melampaui hasil pertanian. Yang menarik ialah : bahwa kontribusinya meningkat terus dari 9% hingga 14% dari PDB.

c. Kontribusi jasa-jasa di luar jasa perdagangan dan pertambangan relatif tetap setiap tahun yaitu antara 9-10% PDB.

d. Kontribusi variabel lain, yang terdiri atas: Pertambangan dan penggalian listrik, gas dan air bersih, bangunan, hotel restauran dan jasa keuangan lainnya, kontribusinya kepada PDB relatif kurang lebih 50% dari PDB dan ini bertahan cukup lama.

e. Pendapatan per kapita cukup tinggi mencapai US $ 2.233 pada tahun 1977, dengan rata-rata selama dekade ini sebesar US $ 1898.70, dan ini tertinggi dibandingkan pada dua dekade terakhir.

f. Pertumbuhan pemberian kredit kepada swasta terus meningkat, seiring dengan gerak laju pembangunan secara umum dengan mencapai rata-rata 22,16% pertahun.

g. Investasi secara nominal bertambah, namun prosentase pertumbuhannya menurun terus, dan rata – rata dalam dekade ini mencapai Rp. 18.567,35 milyar. Sementara pertumbuhan tertinggi hanya terjadi tahun 1970-1971 sebesar 21%, sedangkan rata-rata pertumbuhan pada dekade ini sebesar 7,84% saja.

h. Rata-rata upah tercatat mencapai angka Rp. 400.000 – 1.000.000,- untuk pemerintah, sedangkan swasta antara Rp. 100.000,- s.d. 200.000,-

Referensi ;

http://koesmawan.wordpress.com/2009/03/11/industrialisasi-permasalahan-dan-peranannya-bagi-akselerasi-pertumbuhan-ekonomi-rakyat-1970-2000/
http://ekoarianto.students.uii.ac.id/2009/03/25/dampak-industrialisasi-di-indonesia/

Sabtu, 26 Maret 2011

Industrialisasi (Sektor Industri)

Industrialisasi (Sektor Industri)

Kontribusi sektor industri Bengkalis dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto tanpa migas Bengkalis tahun 2004 sebesar 35,01 %, telah meningkat dibanding 2003 sebesar 33,88% dan 30,43% pada tahun 2002.

Pada tahun 2004, sektor industri di Kabupaten Bengkalis masih mempunyai peranan yang penting dan cukup dominan terhadap perekonomian Bengkalis maupun Riau, dan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat kaupaten Bengkalis..

Kelompok industri besar dan sedang dapat diklasifikasikan dan digolongkan sesuai produk yang dihasilkan. Penggolongan dilakukan untuk golongan/ klasifikasi sampai dengan dua digit kode ISIC/KLUI (Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia ). Perusahaan industri besar dan sedang yang dominan beroperasi di Kabupaten Bengkalis adalah dari golongan industri kayu, termasuk Perabot rumah tangga. Kelompok Industri Makanan , Minuman dan Tembakau berada pada urutan kedua, kemudian kelompok Indusri barang galian, Bahan Logam kecuali Minyak bumi dan Batu Bara dan terakhir kelompok Industri Barang dari Logam.

SEKTOR INDUSTRI INDONESIA 2010 TUMBUH 4-5 PERSEN

Meski Indonesia masuk dalam persaingan pasar bebas kawasan ASEAN-China melalui ACFTA danpertumbuhan sektor investasi melambat, namun sektor industrinasional masih bisa tumbuh antara empat hingga lima persen padatahun 2010.

Pertumbuhan itu tertolong oleh kuatnya ekonomi domestik nasionalyang ditimbulkan oleh tingkat kosumsi dalam negeri yang masihbergerak hingga lima persen,
pertumbuhan itu juga didorong oleh stabilnya sektor pertanian yang selama ini menjadi leading sektor,serta tingginya pertumbuhan sektor transportasi.

Diakuinya bahwa bahwa pada tahun 2009 pertumbuhan industrimenurun sekitar 1,47 persen dibanding tahun 2008 yang tumbuhsebesar 3,01persen, dan tahun 2007 yang naik sebesar 5,57persen.
Namun pada kwartal I tahun 2010 ini pertumbuhan kembali naikmenjadi empat persen, dan diharapkan pada kuartal berikutnya bisa lebih tinggi lagi,
pada periode tahun 2010-2012 ,pemerintah akan mengupayakan peningkatan investasi dan ekspor,sedangkan di bidang sektoral industri harus ditingkatkan, karenabidang ini lah yang akan mampu menyelamatkan pertumbuhan ekonomiIndonesia.

Dikemukakan bahwa dalam produk domestik bruto (PDB), bidangindustri berkonstribusi sebesar 25-26 persen, namun hal itu diakuiterjadi penurunan dibandingkan tahun2004 yang mencapai 28 persen,sehingga peran industri memang sangat besar kalau dilihat dari segiPDB.

Jika pemerintah mampu meningkatkan bidang industri, meski dalam kondisi pasar bebas, pertumbuhan ekonomi akantumbuh lebih baik, dan akan menjadi lokomotif pergerakan ekonomi Indonesia.
Saat ini ada empat sub sektor ekonomi yang dominan, yaitumakanan, minuman, alat angkutan dan pupuk, yang kesemuanyamendukung 80 persen dari total sektor industri non migas,katanya.
Sedangkan dari bidang serapan tenaga kerja dari rendahnyapertumbuhan industri sejak tahun 2004-2009 dari 10 juta tenagakerja, penambahan hanya 900 ribu/lima tahun, sehingga hal ini perluada peningkatan bidang industri agar serapan tenaga kerja bisa lebih banyak lagi.

Cukup penting bagi pemerintah untuk mendorong industri yang banyak membutuhkan tenaga kerja, dan caranya adalah dengan meningkatkan dan memperbaiki regulasi mengenai ketenagakerjaan, sehingga masalah penurunan biaya dan tenaga kerja outsourcing padatahun 2010 diharapkan bisa selesai,
Mengenai ekspor non migas, katanya, sudah cukup tinggi, karenapada tahun 2004 mencapai 48,7 miliar dollar AS, dan tahun 2008sebesar 88,4 miliar dollar AS, meskipun pada tahun 2009 kembaliturun akibat krisis global, yaitu hanya sebesar 71 miliar dollarAS.
Sedangkan pada kuartal I tahun 2010 nilai ekspor mencapai 21,1miliar dollar AS, atau naik sekitar 37,7 persen dibanding kuartal Itahun 2009, katanya. (gro/ysoel)

Kebijakan industri 

Di dalam pembangunan industri ada tiga aspek penting menurut Bezuidenhout yaitu struktur, strategi, dan kebijak industri. Struktur industri di suatu negara akan sangat berhubungan dengan sektor dominan dalam sistem ekonomi negara itu; hubungan antara negara dan pasar, dan dengan cara mengatur fungsi produksi dan reproduksi.

Strategi industri adalah bagaimana negara mengubah struktur industri untuk memfasilitasi pembangunan industrinya. Tujuan strategi industri adalah mengarahkan atau menstruktur industri untuk mencapai tujuan sosial-ekonomi, seperti menciptakan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan.
strategi industri lebih berupa pandangan luas restrukturisasi industri sedangkan kebijakan industri mengacu pada kebijakan pemerintah dalam mempromosikan pembangunan industri tanpa intervensi. Kebijakan-kebijakan makroekonomi, pendidikan, dan infrastruktur bisa dikategorikan sebagai kebijakan industri jika mengikuti definisi yang luas. Definisi kebijakan industri yang sempit hanya menyangkut industri tertentu saja.
Kebijakan industri akan sangat tergantung dari strategi industri yang diambil oleh suatu negara. Kebijakan industri ini akan mempengaruhi struktur industri. Struktur industri akan mengacu pada bagaimana interaksi negara dan pasar.

Bezuidenhout membandingkan struktur industri, strategi industri, peran negara, dan langkah-langkah kebijakan industri di Afrika Selatan dari empat perspektif pembangunan yaitu perspektif yang digunakan Bank Dunia, perspektif post-Fordism, perspektif Porterism, dan perspektif
pendekatan ekonomi politiknya Fine dan Rustomjee (political economy approach).

Perspektif Bank Dunia akan melihat kekurangan struktur industri akibat upah buruh dan biaya modal terlalu tinggi sehingga sektor manufaktur tidak mampu bersaing akibat diproteksi. Untuk membangun industri yang kompetitif, strategi industri harus diambil adalah pemerintah harus memfokuskan pada peningkatan kepercayaan investor untuk merangsang pertumbuhan.
Intervensi negara harus dikurangi dan untuk mendorong kepercayaan investor negara harus mengeluarkan kebijakan yang pro-ekonomi. Peran negara terbatas hanya membagikan tanah terbatas dan meningkatkan keterampilan dasar pekerja industri. Negara mengeluarkan kebijakan meliberalisasi perdagangan dan keuangan, dan mendukung tertib fiskal untuk meningkatkan kepercayaan investor.

Post-Fordism akan melihat kelemahan industri akibat kebijakan substitusi impor, persoalan rasial di Afrika Selatan yang pada era post-Fordism masih sangat kuat, dan menurunnya produktivitas sektor manufaktur. Untuk mengatasi kelemahan industri, negara harus memfokuskan strategi pada peningkatkan produktivitas dan ekspor industri manufaktur. Negara hanya boleh mengintervensi jika ada kegagalan serius. Tetapi negara harus berupaya membangun kapasitas institusi industri yang baik.

Kebijakan industri yang harus diambil adalah menguatkan pasar melalui kebijakan liberalisasi perdagangan, kebijakan yang mendorong kompetisi, dan meningkatkan peran perusahan menengah dan kecil. Kebijakan lainnya adalah memperbaiki kapasitas kelembagaan demi meningkatkan pengembangan sumber daya manusia, misalnya melalui pelatihan-pelatihan. Negara juga dianjurkan mengeluarkan kebijakan yang menguatkan kemampuan teknologi yaitu dengan mendukung penelitian dan pengembangan.

Porterisme adalah istilah untuk menjelaskan perspektif yang didasarkan pada pemikiran Michael Porter, pendiri Monitor Company. Monitor Company mendapat tugas dari National Economic Forum mempelajari dan membantu memformulasikan kebijakan industri nasional Afrika Selatan. Hasil studi itu melihat strategi industri berseberangan dengan kebijakan industri. Strategi industri bertujuan memaksimalkan laju pertumbuhan ekonomi bagi negara sedangkan kebijakan industri akan memiliki gol yang berbeda.

Kelemahan struktur industri menurut perspektif Porterism antara lain karena lemahnya koordinasi antar-perusahaan di dalam satu kelompok ekonomi; perusahaan fokus pada memproduksi untuk pemerintah bukan fokus pada konsumen dan pesaing; ekspor fokus pada komoditi bukan pada peningkatan nilai tambah; lemahnya keterampilan yang terintegrasi pada kapasitas teknologi; lemahnya kompetisi di pasar lokal; dan lemahnya kemampuan birokrasi pemerintahan.

Karena itu strategi industri terutama fokus pada meningkatkan kemampuan bersaing dengan menyediakan lingkungan yang baik berbasis pasar agar perusahaan bisa beroperasi. Negara hanya harus menciptakan keadaan yang memungkinkan perusahaan bersaing dengan dorongan pasar. Bentuk intervensi terbaik adalah memperkuat faktor pasar.

Langkah-langkah kebijakan yang harus diambil antara lain menciptakan keadaan yang menghidupi bisnis dengan meningkatkan daya saing lokal dan internasional; pengembangan kelompok-kelompok bisnis serupa; mendorong value chain dan pengembangan industri yang terkait dan mendukung industri.
Value chain adalah rantai aktivitas untuk meningkatkan nilai (value). Porter (1998) mengidentifikasi satu rangkaian aktivitas yang umum ada pada perusahaan yaitu barang masuk (inbound logistic), operasi, barang keluar (outbound logistic), pemasaran dan penjualan, dan layanan (service). Setiap aktivitas atau keseluruhannya penting dalam meningkatkan kelebihan kompetitif.

Industrialisasi

Industrialisasi yang pada hakekatnya merupakan proses pembangunan masyarakat menyangkut peningkatan kualitas serta pendayagunaan potensi manusia Indonesia. Salah satu faktor psikologi sosial yang penting bagi pembangunan nasional adalah komitmen rakyat yang memperhatikan keadaan sosial budaya bangsa Indonesia. Penerimaan ideologi nasional, keiginan untuk menjadi lebih bermoril, menyetujui nilai-nilai baru, semuanya berkaitan dengan komitmen terhadap pembangunan nasional. Untuk komitmen terhadap pembangunan nasional dapat digunakan berbagai metode seperti ideology, perubahan struktural dan aktivitas simbolis.

Industialisasi Nasional

Indonesia sekedar menjadi pasar, sasaran eksploitasi alam, dan sasaran eksploitasi tenaga kerja murah bagi kemajuan negeri-negeri kapitalis maju. Produktivitas rata-rata masih sangat rendah sementara, konsumtivisme dipaksa menjadi budaya dominan. Pengangguran semakin banyak, kemiskinan bertambah, dan praktek percaloan bukan sekadar budaya di sektor ekonomi tapi, juga melanda sektor politik dan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Karenanya, merupakan kebutuhan obyektif untuk memberi
penjelasan dari sudut alternatif anti-neoliberal beserta solusinya termasuk,
cita-cita alternatif seperti apa yang hendak dituju. Tanpa bermaksud
menghadirkan determinisme sempit, ajuan gagasan industrialisasi nasional sebagai jawaban alternatif patut mendapat sambutan. Jawaban ini, tentu saja, menyertakan perubahan pada dimensi sosial lain seperti pada bidang politik, sosial-budaya, birokrasi, pertahanan-keamanan, lingkungan hidup, dll.

Cita-cita industrialisasi nasional adalah menciptakan kemakmuran bagi seluruh rakyat, dalam pengertian; kebutuhan barang dan jasa tercukupi, masyarakat punya daya beli, karena penghasilan yang layak disertai produktivitas tinggi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang maju secara adil dan merata. Berdiri sejajar dengan itu, industrialisasi juga bermakna membangun ketahanan ekonomi nasional, sehingga kedaulatan sebagai negara-bangsa nyata terwujud. Gambaran tersebut tidak lantas mengisolir perekonomian nasional sebagaimana kerap dicurigai sebagian kalangan. Kerja sama dengan negeri-negeri lain di seluruh dunia, tentu sangat penting sehingga perlu dipererat. Namun kerja sama tersebut bukan dalam bentuk hubungan yang eksploitatif tapi, hubungan yang setara dan saling memajukan. Bahkan, apabila kedaulatan dan kemajuan berhasil dicapai, akan semakin membuka potensi kita memajukan negeri-negeri terbelakang lain yang saat ini masih senasib.

Cakupan Industrialisasi Nasional

Makna praktis industrialisasi adalah memajukan tenaga
produktif menjadi lebih modern, dapat diakses secara massal, dan tinggi
kualitas. Tanpa kemajuan tenaga produktif, negeri ini tidak akan punya
ketahanan ekonomi menghadapi gempuran neoliberalisme. Tanpa ketahanan ekonomi, kedaulatan negeri ini – terutama kedaulatan rakyatnya – berhenti sebatas cita-cita.

Menjelaskan program industrialisasi nasional secara
konkret, baik rangkaian transaksi maupun variabel-variabelnya, bukan perkara sederhana. Sebabnya, transaksi dan variabel industrialisasi merupakan peta jalan, menuju cita-cita industrialisasi nasional yang berhubungan dengan rincian dalam aspek mikro maupun makro ekonomi. Tapi, di sini saya coba mengurai dalam batasan secara umum, dengan berangkat dari apa yang ada, serta menghadirkan apa yang seharusnya sudah ada tapi belum ada, dalam syarat sebagai
negeri modern dan berkeadilan sosial. Karenanya, saya akan sangat
berterimakasih apabila tulisan ini dapat dikritisi dan atau dilengkapi oleh
siapa saja yang berkenan melakukannya.

Terdapat tiga variabel kerja pokok yang saling berhubungan
dalam batasan tersebut: pertama, mengapa dan bagaimana program
industrialisasi nasional dapat melindungi industri yang ada, sehingga tidak
semakin hancur karena kalah bersaing di tingkat global, regional, maupun lokal (terhadap industri negeri-negeri yang lebih maju); kedua, mengapa dan bagaimana program industrialisasi nasional dapat mengambil-alih atau melakukan proses transfer kepemilikan atas sumber daya produksi vital, energi, teknologi dan ilmu pengetahuan, yang masih dikontrol oleh korporasi asing ke dalam kontrol negara (meski tidak harus berbentuk BUMN, melainkan lewat pengetatan kebijakan ekonomi); ketiga, mengapa dan bagaimana program industrialisasi nasional dapat menciptakan dan mengembangkan sumber daya produksi baru. Pada tahap awal (sumber daya produksi baru tersebut), diciptakan
dan dikembangkan menurut kebutuhan memajukan sektor-sektor produksi vital yang masih tertinggal dari segi teknologi dan sistem produksi seperti, tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan.

Sumber:

Jumat, 25 Maret 2011

SEKTOR PERTANIAN

Pendahuluan,
Peran dari sektor pertanian amat besar bagi pertumbuhan ekonomi setiap negara, terutama negara yang sumber daya alam yang kaya akan tumbuh-tumbuhan, tanah yang subur, air, dan lain-lain. Negara yang perekonomiannya bergerak dibidang pertanian contohnya, Indonesia, Thailan, Vietnam, Philipina, dll. Walaupun sekarang Indonesia masih saja mengimpor dari negara lain bahan pangan dari hasil pertanian, tetapi Indonesia juga bisa dibilang pertumbuhan ekonomiannya mayoritas dari hasil pertanian.

1. Peranan Sektor Pertanian
Sektor pertanian mengkontribusikan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk yaitu:
a.       Kontribusi Produk, Penyediaan makanan untuk penduduk, penyediaan bahan baku untuk industri manufaktur seperti industri: tekstil, barang dari kulit, makanan dan minuman.
b.      Kontribusi Pasar, Pembentukan pasar domestik untuk barang industri dan konsumsi.
c.       Kontribusi Faktor Produksi, Penurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka terjadi transfer surplus modal dan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lain.
d.      Kontribusi Devisa, Pertanian sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.
Kontribusi Produk.
Dalam sistem ekonomi terbuka, besar kontribusi produk sektor pertanian bisa lewat pasar dan lewat produksi dengan sektor non pertanian.
-          Dari sisi pasar, Indonesia menunjukkan pasar domestic didominasi oleh produk pertanian dari luar negeri seperti buah, beras & sayuran hingga daging.
-          Dari sisi keterkaitan produksi, Industri kelapa sawit & rotan mengalami kesulitan bahan baku di dalam negeri, karena bahan baku dijual ke luar negeri dengan harga yg lebih mahal.


Kontribusi Pasar.

Negara agraris merupakan sumber bagi pertumbuhan pasar domestic untuk produk non pertanian seperti pengeluaran petani untuk produk industri (pupuk, pestisida, dll) dan produk konsumsi (pakaian, mebel, dll).
Keberhasilan kontribusi pasar dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tergantung:
-          Pengaruh keterbukaan ekonomi, Membuat pasar sektor non pertanian tidak hanya disi dengan produk domestic, tapi juga impor sebagai pesaing, sehingga konsumsi yang tinggi dari petani tidak menjamin pertumbuhan yang tinggi sektor non pertanian.
-          Jenis teknologi sector pertanian, Semakin modern, maka semakin tinggi demand produk industri non pertanian.

Kontribusi Faktor Produksi.

Faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi volume produksi pertanian tenaga kerja dan modal.
Di Indonesia hubungan investasi pertanian dan non pertanian harus ditingkatkan agar ketergantungan Indonesia pada pinjaman luar negeri menurun. Kondisi yang harus dipenuhi untuk merealisasi hal tersebut:
-          Harus ada surplus produk pertanian agar dapat dijual ke luar sektornya. Market surplus ini harus tetap dijaga dan hal ini juga tergantung kepada faktor penawaran è Teknologi, infrastruktur dan SDM dan faktor permintaan è nilai tukar produk pertanian dan non pertanian baik di pasar  domestic dan luar negeri.
-          Petani harus net savers è Pengeluaran konsumsi oleh petani < produksi.
-          Tabungan petani > investasi sektor pertanian.

Kontribusi Devisa.

Kontribusinya melalui :
-          Secara langsung è ekspor produk pertanian dan mengurangi impor.
-          Secara tidak langsung è peningkatan ekspor & pengurangan impor produk berbasis pertanian seperti tekstil, makanan dan minuman, dll.
Kontradiksi kontribusi produk dan kontribusi devias è peningkatan ekspor produk pertanian
menyebabkan suplai dalam negari kurang dan disuplai dari produk impor. Peningkatan ekspor produk pertanian berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri. Untuk menghindari trade off ini dua hal yg harus dilakukan:
-          Peningkatan kapasitas produksi.
-          Peningkatan daya saing produk produk pertanian.

2. Sektor Pertanian di Indonesia

Selama periode 1995-1997, PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun dan sektor lain seperti menufaktur meningkat.
Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian.
Tahun 1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas.
Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:
-          Iklim kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun.
-          Lahan garapan petani semakin kecil.
-          Kualitas SDM rendah.
-          Penggunaan Teknologi rendah.
Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme dan pesimisme Negara LDC’s:
-          Optimisè Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tarif dannon tariff.
-          Pesimisè Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yang berbeda. DC’s mempunyai kekuatan > LDC’s.
Perjanjain tersebut merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri dan jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar dan belum efisien sebagi akibat dari rendahnya teknologi dan SDM, sehingga produk dari DC’s akan membanjiri LDC’s.
Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:
-          Negara dagang pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dalam jangka waktu 6 tahun berikutnya.
-          Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi  sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun.
-          Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun dan volumenya dikurangi 12%.
-          Reformasi bidang pertanian dalam perjanjian ini tidak berlaku untuk negara miskin.
Temuan hasil studi dampak perjanjian GATT:
-          Skertariat GATT (Sazanami, 1995), Perjanjian tersebut berdampak positive yakni peningkatan pendapatan per tahun Eropa Barat US $ 164 Milyar, USA US$ 122 Milyar, LDC’s dan Eropa Timur US $ 116 Milyar. Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36 % dan penurunan subsidi sector pertanian akan meningkatkan pendapatan sektor pertanian Negara Eropa US $ 15 milyar & LDC’s US $ 14 Milyar.
-          Goldin, dkk (1993), Sampai tahun 2002, sesudah terjadi penurunan tarif dan subsidi 30% manfaat ekonomi rata-rata pertahun oleh anggota GATT sebesar US $ 230 Milyar (US $ 141,8 Milyar / 67%0 dinikmati oleh DC’s dan Indonesia rugi US $ 1,9 Milyar pertahaun.
-          Satriawan (1997), Sektor pertanian Indonesia rugi besar dalam bentuk penurunan produksi komoditi pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan beras sebesar 29,70% dibandingkan dg Negara ASIAN.
-          Feri Dhanu Setyawan, dkk (2000), Global Trade Analysis Project mengenai tiga skenario perdagangan bebas yakni Putaran Uruguay, AFTA & APEC. Ide dasarnya: apa yang terjadi jika tiga sekenario dipenuhi (kesepakatan ditaati) dan apa yang terjadi jika produk pertanian diikutsertakan? Perubahan yang diterapkan dalam model sesuai kesepakatan putaran Uruguay adalah:
a.       Pengurangan pajak domestic dan subsidi sektor pertanian sebesar 20% di DC’s dan 13 % di LDC’s.
b.      Penurunan pajak/subsidi ekspor sektor pertanian 36% di DC’s dan 24% di LDC’s.
c.       Pengurangan border tarif untuk komoditi pertanian dan non pertanian.
Liberalisasi perdagangan berdampak negative bagi Indonesia terhadap produksi padi dan non gandum. Untuk AFTA dan APEC, liberalisasi  perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dengan meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu, jagung dan kedelai). AFTA Indonesia menjadi produsen utama pertanian di ASEAN dan output pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%.

3. Nilai Tukar Petani (NTP)

Nilai tukar adalah nilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Jika harga produk A Rp 10 dan produk B Rp 20, maka nilai tukar produk A thd B=(PA/PB)x100% =1/2. Hal ini berarti 1 produk A ditukar dengan ½ produk B. Dengan menukar ½ unit B dapat 1 unit A. Biaya opportunitasnya adalah mengrobankan 1 unit A utk membuat ½ unit B.
Dasar Tukar (DT):
-          DT dalam negeriè pertukaran dua barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang nasional.
-          DT internasional / Terms Of Tradeè pertukaran dua barang yang berbeda di dalam negeri dengan mata uang internasional.
Nilai Tukar Petaniè Selisih harga output pertanian dengan harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar). Semakin tinggi NTP semakin baik.
NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:
-          Inflasi setiap wilayah
-          Sistem distribusi input pertanian
-          Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)
D>Sè harga naik & D<Sè harga turun.
Pekembangan NTP tersebut menunjukkan pertani di JABAR dan JATENG rugi dan di Yogja dan JATIM untung. Hal ini dsebabkan oleh banyak faktor termasuk sistem distribusi pupuk di Yogya dan JATIM lebih baik dari JABAR dan JATENG.
NTP provinsi luar jawa sbb:
Investasi di sektor pertanian tergantung :
-          Laju pertumbuhan output
-          Tingkat daya saing global komoditi pertanian
Investasi:
-          Langsung è Membeli mesin
-          Tdk Langsung è Penelitian & Pengembangan
Hasil penelitian:
Supranto (1998) è laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDN & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.
Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur
Salah satu penyebab krisis ekonomi adalah kesalahan industrialisasi yang tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sektor pertanian positive walaupu kecil, sedangkan industri manufaktur negative. Jepang, Taiwan dan Eropa dalam memajukan industri manufaktur diawali dengan revolusi sektor pertanian.
Alasan sektor pertanian harus kuat dalam proses industrialisasi:
-          Sektor pertanian kuatè pangan terjaminè tdk ada laparèkondisi sospol stabil.
-          Sudut Permintaanè Sektor pertanian kuatè pendapatan riil perkapita naikè permintaan oleh petani terhadap produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang dan output industri menjadi input sektor pertanian.
-          Sudut Penawaranè permintaan produk pertanian sebagi bahan baku oleh industri manufaktur.
-          Kelebihan output sektor pertanian digunakan sebagi sebuah investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil dipedesaan.
Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.

Sumber referensi:
retno.staff.gunadarma.ac.id/…/SEKTOR+PERTANIAN+DAN+INDUSTRI.ppt

Rabu, 16 Maret 2011

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan di Indonesia

. Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

    * Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
    * Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
    * Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

· Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).

· Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $2/hari."[1] Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[1] Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.

· Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.

Kemiskinan dipelajari oleh banyak ilmu, seperti ilmu sosial, ekonomi, dan budaya.

    * Dalam ekonomi, dua jenis kemiskinan dipertimbangkan: kemiskinan absolut dan relatif.

    * Dalam politik, perlawanan terhadap kemiskinan biasanya dianggap sebagai tujuan sosial dan banyak pemerintahan telah berupaya mendirikan institusi atau departemen. Pekerjaan yang dilakukan oleh badan-badan ini kebanyakan terbatas hanya dalam sensus dan pengidentifikasian tingkat pendapatan di bawah di mana warga negara dianggap miskin. Penanggulangan aktif termasuk rencana perumahan, pensiun sosial, kesempatan kerja khusus, dll. Beberapa ideologi seperti Marxisme menyatakan bahwa para ekonomis dan politisi bekerja aktif untuk menciptakan kemiskinan. Teori lainnya menganggap kemiskinan sebagai tanda sistem ekonomi yang gagal dan salah satu penyebab utama kejahatan.

    * Dalam hukum, telah ada gerakan yang mencari pendirian "hak manusia" universal yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan.

    * Dalam pendidikan, kemiskinan mempengaruhi kemampuan murid untuk belajar secara efektif dalam sebuah lingkungan belajar. Terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow; kebutuhan akan keamanan dan rumah yang stabil, pakaian, dan jadwal makan yang teratur membayangi kemampuan murid-murid ini untuk belajar. Lebih jauh lagi, dalam lingkungan pendidikan ada istilah untuk menggambarkan fenomen "yang kaya akan tambah kaya dan yang miskin bertambah miskin" (karena berhubungan dengan pendidikan, tetapi beralih ke kemiskinan pada umumnya) yaitu efek Matthew.

Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individual seseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal.

Kemiskinan dunia
Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."

Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari AS$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari AS$ 2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001. [2]

Proyek Borgen menunjuk pemimpin Amerika memberikan AS$230 milyar per tahun kepada kontraktor militer, dan hanya AS$19 milyar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Perkembangan Milenium PBB untuk mengakhiri kemiskinan parah sebelum 2025.

Penyebab kemiskinan

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:

    * penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
    * penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
    * penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
    * penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
    * penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.

Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

Menghilangkan kemiskinan

Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:

    * Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
    * Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
    * Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.

Indikator Kemiskinan
Garis kemiskinan ditentukan oleh kebutuhan minimum, kebutuhan minimum ini

dipengaruhi oleh:

1. Adat/kebiasaan/selera

2. Tingkat pembangunan

3. Iklim/lingkungan/daerah

4. Umur/jenis kelamin/suku

5. Status sosial.

Dampak Kemiskinan

Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks. Pertama, pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup “fantastis” mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini.

Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat

Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.

Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.

Keempat, kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.

Kelima, konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan “keamanan” dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.

Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.

2. Ketimpangan Pendapatan

Ketimpangan pendapatan yang terjadi di Indonesia sangat terlihat jelas, dari istilah yang kayak semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Hal ini sangat berdampak pada kesenjangan sosial yang terjadi. Namun, tentu saja untuk mengatasi masalah ketimpangan pendapatan tersebut tidak cukup hanya bicara mengenai subsidi modal terhadap kelompok miskin maupun peningkatan pendidikan (keterampilan) tenaga kerja di Indonesia. Lebih penting dari itu, persoalan yang terjadi sesungguhnya adalah akibat kebijakan pembangunan ekonomi yang kurang tepat dan bersifat struktural. Maksud- nya, kebijakan masa lalu yang begitu menyokong sektor industri dengan mengorbankan sektor lainnya patut untuk direvisi karena telah mendorong munculnya ketimpangan sektoral yang berujung kepada kesenjangan pendapatan. Dari perspektif ini agenda mendesak bagi Indonesia adalah memikirkan kembali secara serius model pembangunan ekonomi yang secara serentak bisa memajukan semua sektor dengan melibatkan seluruh rakyat sebagai partisipan. Sebagian besar ekonom meyakini bahwa strategi pembangunan itu adalah modernisasi pertanian dengan melibatkan sektor industri sebagai unit pengolahnya.

Di samping itu upaya minimalisasi ketimpangan pendapatan juga harus menyentuh aspek distribusi faktor produksi. Nilai tawar modal yang begitu kuat terhadap faktor produksi lainnya harus dinegosiasikan ulang, dan itu tidak bisa dikerjakan lewat mekanisme pasar. Di negara maju, akibat sudah mapannya serikat kerja, memungkinkan negosiasi pembagian keuntungan ekonomi dilakukan antara pihak perusahaan dan serikat kerja tersebut (mekanisme pasar). Tetapi di negara berkembang model serupa tidak dapat dikerjakan karena lemahnya institusi serikat kerja dan hegemoniknya kekuasaan pihak perusahaan. Dalam kondisi seperti ini fungsi pemerintah adalah mengeluarkan regulasi yang mengatur pembagian keuntungan ekonomi di antara faktor produksi tersebut, di samping undang-undang yang mengatur masalah pendapatan minimum. Sementara itu upaya penguatan serikat kerja tetap harus dikembangkan agar dengan sendirinya mereka bisa membicarakan persoalan distribusi ekonomi dengan pihak pemilik modal.

Ketimpangan pendapatan adalah menggambarkan distribusi pendapatan masyarakat di

suatu daerah/wilayah pada waktu/kurun waktu tertentu. Kaitan antara kemiskinan dan

ketimpangan pendapatan ada beberapa pola yaitu:

1. Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi (tak ada miskin) tetapi

ketimpangan pendapatannya tinggi.

2. Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi (tak ada miskin) tetapi

ketimpangan pendapatannya rendah. (ini yang paling baik).

3. Semua anggota masyarakat mempunyai income rendah (semuanya miskin) tetapi

ketimpangan pendapatannya tinggi.

4. Semua anggota masyarakat mempunyai income rendah (semuanya miskin) tetapi

ketimpangan pendapatannya rendah.

5. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin)

tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.

6. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin)

tetapi ketimpangan pendapatannya rendah.

7. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin)

tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.

Untuk menentukan tingkat ketimpangan pendapatan terdapat beberapa ukuran yang

digunakan, antara lain:

1. Cara Bank Dunia,

Income suatu masyarakat diurutkan dari paling rendah ke paling tinggi, lalu income

dibagi dalam 3 katagori yaitu:

1. jumlah proporsi yang diterima oleh 40% penduduk lapisan bawah,

2. jumlah proporsi yang yang diterima 40% penduduk lapisan sedang,

3. jumlah proporsi yang diterima 20% penduduk lapisan tinggi,

Berdasarkan katagori di atas dinyatakan tingkat ketimpangan pendapatan sebagai Bank

Dunia membuat 3 macam ketimpangan perndapatan yaitu:

1. Ketimpangan pendapatan tinggi (highly inequality).

2. Ketimpangan pendapatan sedang (moderate inequality).

3. Ketimpangan pendapatan rendah (low inequality).

Dari kriteria Bank Dunia dapat dilihat bahwa pendapatan yang diterima oleh lapisan

menengah dan lapisan atas tidak diperhatikan. Jadi kalau ada perubahan bagi penerima

pendapatan di penduduk lapisan sedang dan lapisan tinggi, maka tidak ada perubahan

dalam ketimpangan pendapatan. Tetapi cara Bank Dunia ini cukup mudah dan praktis.

2. Dengan Gini Ratio,

Ukuran ketimpangan pendapatan yang sering dipakai adalah dengan cara

menghitung Gini Ratio (GR). Cara ini memperhatikan seluruh lapisan penerima

pendapatan, tetapi cara ini agak lebih sulit.

Rumus Gini Ratio:

GR = 1 - Σ fi [Yi + Yi-1]

fi = jumlah persen (%) penerima pendapatan kelas ke i.

Yi = jumlah kumulatif (%) pendapatan pada kelas ke i.

· Nilai GR terletak antara nol sampai dengan satu.

· Bila GR = 0, ketimpangan pendapatan merata sempurna, artinya setiap

· orang menerima pendapatan yang sama dengan yang lainnya.

· Bila GR = 1 artinya ketimpangan pendapatan timpang sempurna atau

· pendapatan itu hanya diterima oleh satu orang atau satu kelompok saja.

· Nilai GR = 0 atau GR = 1 tidak pernah diperoleh di lapangan. Gini Ratio

· biasanya disertai dengan kurva yang disebut kurva Lorenz.

· Kriteria ketimpangan berdasarkan Gini Ratio:

KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN

Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB,ILO, UNDP, dan lain sebagainya.

Tahun 1990, Bank Dunia lewat laporannya World Developent Report on Proverty mendeklarasikan bahwa suatu peperangan yang berhasil melawan kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga front : (i) pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya yang menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi kelompok miskin, (ii) pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan, dan gizi), yang memberi mereka kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi, (iii) membuat suatu jaringan pengaman sosial untuk mereka yang diantara penduduk miskin yang sama sekali tidak mamu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik sosial, dan terisolasi secara fisik.

Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :

Intervensi jangka pendek, berupa :

   1. Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
   2. Manajemen lingkungan dan SDA
   3. Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
   4. Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
   5. Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)

Intervensi jangka menengah dan panjang, berupa :

1. Pembangunan/penguatan sektor usaha

               2. Kerjsama regional
               3. Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
               4. Desentralisasi
               5. Pendidikan dan kesehatan
               6. Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
               7. Pembagian tanah pertanian yang merata

Sumber:

http://intannurliahtirta.ngeblogs.info/2011/03/14/kemiskinan-dan-kensenjangan-pendapatan/

http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan

http://blog.uin-malang.ac.id/nita/2011/01/06/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan/

Kamis, 10 Maret 2011

NERACA PEMBAYARAN

Neraca pembayaran adalah neraca yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
  1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
  2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat dalam suatu negara selama satu tahun.\
Konsep Pendapatan Nasional
Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara
  • Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.
  • Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
GNP = GDP – Produk netto terhadap luar negeri
  • Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
NNP = GNP – Penyusutan
  • Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
NNI = NNP – Pajak tidak langsung
  • Pendapatan Perseorangan (PI) Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
PI = (NNI + transfer payment) – (Laba ditahan + Iuran asuransi + Iuran jaminan social + Pajak perseorangan )
  • Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.
DI = PI – Pajak langsung
  • Tujuan mempelajari pendapatan nasional
  1. Untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu Negara
  2. Untuk memperoleh taksiran yang akurat nilai barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat dalam satu tahun
  3. Untuk membantu membuat rencana pelaksanaan program pembangunan yang berjangka.
  • Manfaat mempelajari pendapatan nasional
  1. Mengetahui tentang struktur perekonomian suatu Negara
  2. Dapat membandingkan keadaan perekonomian dari waktu ke waktu antar daerah atau antar propinsi
  3. Dapat membandingkan keadaan perekonomian antar Negara
  4. Dapat membantu merumuskan kebijakan pemerintah.
  • Perhitungan Pendapatan Nasional
  1. Metode Produksi
Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sector ekonomi masyarakat dalam periode tertentu
Y = [(Q1 X P1) + (Q2 X P2) + (Qn X Pn) ……]
2. Metode Pendapatan
Pendapatan nasional merupakan hasil penjumlahan dari seluruh penerimaan (rent, wage, interest, profit) yang diterima oleh pemilik factor produksi adalam suatu negara selama satu periode.
Y = r + w + i + p
3. Metode Pengeluaran
Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga ekonomi (RTK,RTP,RTG,RT Luar Negeri) dalam suatu Negara selama satu tahun.
Y = C + I + G + (X – M)
Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB perkapita.
Pendapatan per kapita (per capita income) adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut.
Konsep pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam menghitung pendapatan per kapita pada umumnya adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB).
Manfaat dari penghitungan Pendapatan Nasional
Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya.
Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.
Faktor yang memengaruhi Pendapatan Nasional
  • Permintaan dan penawaran agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.
http://bits.wikimedia.org/skins-1.17/common/images/magnify-clip.png
Konsumsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan nasional
Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.
  • Konsumsi dan tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.
  • Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat.
Berikut ini adalah urutan PDB 20 Terbesar Negara Di Dunia Tahun 2009 :
1 Amerika Serikat 14.119
2 Jepang 5.069
3 China 4.985
4 Jerman 3.330
5 Prancis 2.649
6 Inggris 2,174
7 Italia 2.112
8 Brazil 1.573
9 Spanyol 1.460
10 Kanada 1.336
11 India 1.310
12 Rusia 1.231
13 Australia 924,8
14 Meksiko 874,8
15 Korea Selatan 832,5
16 Belanda 792,1
17 Turki 614,6
18 Indonesia 540,3
19 Swiss 491,9
20 Belgia 471,2
*dalam satuan US $
Contoh Penghitungan Pendapatan Nasional
Diketahui data hipotetik sebagai berikut:

1. Asuransi Tenaga Kerja……………………………………33
2. Impor barang-barang dan jasa-jasa……………………..79.2
3.Pajak Perseroan……………………………………………75.9
4.Penyusutan…………………………………………………135.3
5.Pajak tidak langsung………………………………………138.6
6.Pembayaran transfer……………………………………...89.1
7.Bunga……………………………………………………….52.8
8.Pajak pribadi………………………………………………151.8
9.Ekspor barang dan jasa…………………………………...75.9
10.Laba Perusahaan dan perseroan…………………………155.1
11.Pendapatan Perusahaan bukan Perseroan………………151.8
12.Pembelian barang dan jasa oleh Pemerintah……………320.1
13.Investasi Netto……………………………………………..105.6
14.Laba Perseroan tak terbagi……………………………….36.3
15.Deviden (laba yang dibagi)………………………………42.9
16.Pengeluaran untuk konsumsi pribadi……………………1036.2


Hitunglah : PNB, PNN, PNS, PPI, & PSP ?

Jawab :

Produk/Pendapatan Nasional Bruto

PNB = C + I + G + ( X – M )
PNB = 1036,2 + 105,6 + 320,1 + (75,9-79,2)
PNB = 1458,6

Pendapatan Nasional Bruto

PNN = PNB – Depresiasi
PNN = 1458,6 – 135,3
PNN = 1323,3

Pendapatan Nasional

PN = PNN – Pajak Tidak Langsung
PN = 1323,3 – 138,6
PN = 1184,7

Pendapatan Pribadi

PI = PN – Asuransi – Pajak Perseroan – Laba tidak dibagi + Pembayaran Transfer + Bunga Netto
PI = 1184,7 – 33 – 75,9 – 36,3 + 89,1 + 52,8
PI = 1181,4

Pendapatan Siap Pakai

PSP = PI – ( Pajak - Pajak Pribadi )
PSP = 1181,4 – ( 75,9 - 151,8 )
PSP = 1257,3
Sumber :